Senin, 27 Maret 2017

Kisah Pegawai KPK Dapat SP3 Dari Pimpinan KPK



Penyidik Novel Baswedan bukanlah yang pertama mendapat Surat Peringatan (SP) dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dua tahun lalu, sebanyak 26 pegawai KPK mendapat SP 3 dari Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Taufiequrachman Ruki.

Alasannya, mereka mengirimi tiga paket karangan bunga, Mei 2015, yang dua di antaranya ditujukan kepada pimpinan KPK yang ketika itu terdiri dari tiga Plt dan dua pimpinan definitif.

Dalam salah satu karangan bunga tertulis pesan, “Terima kasih pimpinan atas aksi panggungnya. Kalian pahlawan sinergitas. Kami menunggu dagelan selanjutnya.”

Namun bukan tanpa alasan 26 pegawai KPK mengirimi tiga unit karangan bunga kala itu.Pesan dalam karangan bunga lainnya yaitu, “Kami bangga pada AS (Abraham Samad), BW (Bambang Widjojanto), dan Novel (Baswedan). Kalian orang berani? KPK bukan pengecut yang cuma bisa kompromi!”

Satu pesan lain yang menyertai karangan bunga ketiga: Teruntuk pimpinan KPK, para pemberani yang selalu (tidak) menepati janji.

Tiga pesan itu membuat Ruki berang.

Sejumlah media, termasuk CNNIndonesia.com, kala itu memberitakan rencana pimpinan memberikan sanksi untuk 26 pegawai lantaran dianggap menghina dan mencemarkan nama baik.

Mereka kecewa lantaran Ruki melimpahkan kasus dugaan rekening gendut Komisaris Jenderal Budi Gunawan kepada Kejaksaan Agung. Apalagi oleh Kejaksaan, kasus itu dilimpahkan ke Mabes Polri dan dinyatakan selesai.

Ratusan pegawai KPK yang tergabung dalam Wadah Pegawai protes.

Mereka menggelar aksi damai di depan Gedung KPK pada 3 Maret 2015, menuntut tiga hal.

Pertama, menolak putusan pimpinan KPK melimpahkan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan; Kedua, meminta pimpinan megajukan upaya hukum peninjauan kembali atas putusan praperadilan kasus Budi Gunawan; dan ketiga meminta pimpinan menjelaskan secara terbuka strategi pemberantasan korupsi KPK.

Nanang Farid Syam, penasihat Wadah Pegawai KPK, merupakan salah satu pegawai yang mengantongi SP 3 pada September 2015. Nanang mengatakan, penerbitan SP 3 kala itu tidak sesuai prosedur karena mereka tidak diperiksa.
“Pernah dipanggil ramai-ramai, 26 orang. Ditanya kenapa mengirim karangan bunga. Kami kira itu dialog saja, tetapi ternyata itu pemeriksaan,” kata Nanang ketika dikonfirmasi CNNIndonesia.com.

Bukan hanya mendapat SP 3, sebanyak 5-6 orang di antaranya bahkan mendapat sanksi skorsing selama sekitar dua bulan.

Nanang merupakan salah satu pegawai senior KPK yang sudah bergabung di lembaga antikorupsi itu sejak awal berdiri setelah lolos seleksi Indonesia Memanggil (IM) angkatan 1. Menurut Nanang, dirinya justru belajar sikap kritis dari para pimpinan KPK yang berani menerima risiko menjadi punggawa antikorupsi.

Nanang ingat betul pernyataan pimpinan KPK Jilid I ketika itu, di hadapan seluruh pegawai.
“Kalian jangan takut. Kalau pun pimpinan yang salah, lawan!” Nanang bercerita.

Nanang sebelumnya menuturkan, sikap kritis memang diperlukan untuk mengawal kebijakan internal KPK. Termasuk memastikan bahwa siapa pun yang menjadi pimpinan lembaga antikorupsi itu, tetap menjalankan tugas sesuai dengan amanah pemberantasan korupsi.

“Karena memang sejak awal, setiap insan KPK diharapkan siap berhadapan dengam kebiasaan buruk birokrasi yang antikritik dan mungkin juga feodal,” tutur Nanang. (sumber: CNN Indonesia
)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar