Minggu, 17 Desember 2017

Kisah Viral Pria Meninggal Dalam Kereta Bawah Tanah



Penumpang dan saksi mata lainnya menyangka pria yang berusia 70 tahun yang duduk di kursi prioritas di kereta bawah tanah di Meksiko City ini tengah tertidur.
Melansir dari Viral 4 Real pada Minggu (17/12/2017), tak dinyana, ternyata pria lanjut usia ini sudah meninggal karena miokarditis fulminan.
Sebuah penyakit berupa peradangan yang terjadi pada miokardium dan menyebabkan gagal jantung akut.
Apabila pengidab miokarditis fulminan ini mendapatkan perawatan yang tepat, tentu bisa mengalami pemulihan dengan baik.

Pria ini ditemukan oleh staf kereta bawah tanah melakukan inspeksi pada tengah malam.

Mereka menemukan pria lanjut usia ini dan khawatir bahwa tidak ada penumpang lain yang membangunkannya.

Dan menjadi lebih khawatir lagi saat pria lanjut usia yang tidak disebutkan namanya ini tidak bisa dibangunkan.

Pihak berwenang pun langsung menghubungi paramedis yang langsung bergegas ke tempat kejadian.

Saat itu paramedis pun memastikan bahwa pria lanjut usia itu telah meninggal dunia.

Kejadian ini membuat netizen dan warga di Meksiko City menyayangkan penumpang-penumpang kereta lainnya yang dianggap apatis.
Penumpang-penumpang tersebut dianggap tidak peka dengan apa yang terjadi di depan mata atau sekitarnya.
Bahkan seorang pengguna media sosial juga menuliskan bahwa warga Meksiko City menjadi tidak manusiawi karena tidak ada menyadari ada sosok yang meninggal di dalam kereta.
Banyak netizen yang mempertanyakan kemanusiaan para penumpang tersebut.
Kejadian ini menuai banyak pro dan kontra.
Meski banyak yang mengecam, ada pula netizen yang menyebutkan bahwa para penumpang memang sengaja tidak mengganggu pria ini lantaran dikira tertidur selama perjalanan menuju ke tempat tujuannya. (sumber: tribunewow.com)

Selasa, 12 Desember 2017

Kisah Pengemis BerGadget

Pengguna Facebook bernama Mia Rezietha membagikan ceritanya ketika ia bertemu dengan seorang pengemis yang dianggapnya tidak miskin sama sekali lantaran si pengemis memegang gadget mewah di tangannya.
Pemandangan tersebut bukanlah pemandangan biasa karena pada umumnya, pengemis kekurangan uang bahkan untuk makan sehari-hari.

Tapi ibu satu ini berbeda, ia bahkan memiliki gadget yang nyatanya mampu dibelinya.
Berikut postingan lengkap yang ditulis Mia Rezietha pada 7 Desember lalu.

Postingan Mia Rezietha
Postingan Mia Rezietha (Facebook)

""Pengemis Jaman Now"

Kayaknya itu judul yang pas buat postingan ini.
Lokasi: Situbondo, sekitaran terminal
Kalau jaman dulu (waktu q masih kecil), pengemis itu bener2 orang yg g mampu utk bekerja lagi, entah itu udah tua atau disabilitas. Dan kuantitasnya sangat sedikit.
Kebalikannya, jaman now, gampang banget nemuin peminta-minta. Bahkan yg badannya masih seger buger, masih muda, dan masih kuat bekerja, malah memilih buat jadi pengemis.
Ada ceramah yg pernah q denger, "gak usah dipikirin siapa yg meminta. Ketika ia meminta kepadamu, dan kau punya, maka berikan"
Tapi kalau kayak gini, tiap peminta2 (yg masih mampu bekerja) dikasih uang, lama2 orang akan malas utk bekerja.
Apalagi kalau kena generasi micin, bisa2 mereka lebih memilih pekerjaan sebagai pengemis dibanding cari kerja yg lebih layak dan pantas.
Bahkan kalau warga Malang, coba deh tiap hari jumat ke masjid sabililah belimbing, disitu ada 1 keluarga yg jadi pengemis. Mereka bawa anak2 mereka dan diajari jadi pengemis.
Q pernah sekali liat, salah satu dari mereka turun dari angkot, kemudian mengganti pakaian layak mereka jadi pakaian untuk mengemis, dan bergabung dgn para pengemis lainnya.
Jadi, menurutku, lebih baik bersedekah di masjid / lembaga sedekah lainnya.. Biar lebih tepat pemanfaatannya."
Postingan Mia Rezietha
Postingan Mia Rezietha (Facebook)
Melalui postingannya, Mia menyarankan netizen untuk bersedekah di masjid atau lembaga sedekah saja agar lebih tepat pemanfaatannya.

Postingan Mia Rezietha
Postingan Mia Rezietha (Facebook)

Melihat postingan tersebut, netizen lain kemudian ikut membagikan pengalamannya bertemu pengemis yang "kaya."
"baru android...suamiq pernah liat ada pengemis yg di antar jemput pkek mobil avanza...," tulis akun Silvina Devi.
"D terminal situbondo situ juga ad dlu ank perempuan kecil selalu maksa kl minta2,, d ksh makanan g mau,, mintanya duit d ksh duit kl cm ratusan di buang..," tulis Aura Merdika.
Lidya Rodo Perna menambahkan, "jg ada pengemis dtg ke toko tmpt krjaku.. mnta2 pake bhs isyarat..belagak ky org gila.... dsitu aku ks minuman krn bos blm ada aq yg bayarin. Esok harinya aku naik angkot eehh ktmu sm si ibu yg dtg ngemis itu..1 angkot .. itu ibu dluan turun tnjuk almt rumahx... waww rumahx bagus. Mgkin dy tdk prhtkn mukaku.. disitu sy merasa lucu"
Di sisi lain, ada pula netizen yang berusaha berpikiran positif, seperti komentar Rif'an As yang menulis "Astofirlloh...mungkin dia sdh cri krja kmn-mna tp g dapet...dan mungkin itu hp beli ke org yg lg btuh uang....seandainya dia ada pkrjaan yg lbh baik mngkn dia gk mau sprti itu.....jngn nilai org dr sdut pndang km aja...."
Bagaimana menurut Anda?
(bpp/tnc)

Selasa, 28 November 2017

Kisah Jenasah Utuh Dikubur 12 Tahun



Seorang wanita bernama Amina Jasmine, telah membagikan kisah ibunya yang sarat dengan sifat yang patut ditauladani. Kisah ini ia bagikan usai memindahkan jasad ibunya yang masih utuh, padahal sudah terkubur selama 12 tahun lamanya.

Bahkan ia juga heran, karena kain kafannya tidak rusak sedikit pun. Bantal dan talinya pun masih utuh. Dan ia menyaksikan langsung proses pemindahan kuburan ibunya tersebut.

Amina menuturkan, jika ibunya adalah seorang wanita yang lembut. Tidak suka membicarakan orang lain, bahkan menghina. Air matanya mudah sekali keluar. Dan ia menyebutkan jika hati ibunya bagaikan tisu yang mudah robek.

Namun setiap ada orang yang tidak menyukainya, ia akan membalas dengan senyuman. Ditambah ia memiliki pendamping yang sangat sabar.

Dan siapa sangka, di tengah padatnya Tanah Kuburan Bukit Alip, keluarga memindahkan jasadnya untuk bisa berdampingan dengan suaminya.

Amina beruntung mendapatkan pelajaran berharga, usai melihat jasad ibunya yang masih utuh. (bpp/viva)

Minggu, 05 November 2017

Kisah Macan Tutul dan Buaya




Macan tutul mangsa buaya.
Hidup di alam liar bukan hal yang mudah, terutama bagi makhluk hidup yang soliter atau hidup menyendiri. Mereka harus bisa mencari makan di tengah banyaknya ancaman, baik dari pemangsa bahkan dari mangsanya.

Bahkan setiap pemangsa tingkat atas bisa jadi mangsa binatang lainnya. Seperti buaya, tidak selamanya mereka aman dari hewan lainnya salah satunya macan tutul. Buaya juga bisa jadi mangsa yang potensial bagi mereka.

Salah satunya diperlihatkan dalam video yang satu ini, di mana buaya dua meter dihabisi oleh macan tutul. Video menakjubkan tersebut pun membuat banyak orang kagum sekaligus ngeri, melihat kehebatan macan tutul ini.

Video yang direkam di Taman Nasional Luangwa Selatan di Zambia ini, cukup langka dan jarang terjadi.


Beruntung, seorang fotografer Inggris Edward Selfe menangkap momen ini di saat yang tepat.  Selfe sendiri adalah seorang expat, yang berasal dari Dorset. Ia telah tinggal di Zambia selama 10 tahun terakhir.

"Sangat jarang melihat macan tutul berhasil membunuh seekor buaya. Saya yakin ini gambar paling jelas dan paling ilustratif yang tercatat," ucap Selfe dikutip dari Daily Mail.

Meskipun macan tutul telah difoto di Amerika Selatan dan India menangkap spesies buaya kecil. Selfe sendiri bekerja sebagai seorang pemandu safari dan fotografi berpengalaman. Dan ia mengatakan, bahwa kejadian ini jarang terjadi di Afrika. 

"Ini adalah seekor macan tutul muda yang kita kenal dari daerah itu. Ia memiliki wilayah yang luas namun, seperti banyak macan tutul lainnya, ia memiliki area inti dimana ia merasa paling nyaman dan sering ditemukan," tambahnya.

Selfe mengatakan bahwa serangan tersebut kemungkinan besar bersifat oportunis, dan bukan direncanakan sebelumnya. Dia menambahkan bahwa macan tutul biasanya tidak akan menyerang buaya, karena takut menjadi mangsa. 

"Macan tutul tercatat memakan lebih dari 90 spesies hewan yang berbeda, jadi makanan mereka selalu diketahui bervariasi," ungkapnya. (sumber:viva.co.id)


Kamis, 02 November 2017

Kisah Saiwang dan Kudanya





Pada suatu hari hidup seorang lelaki tua yang tinggal di dekat daerah perbatasan di barat laut China. Orang tua itu dikenal dengan nama Saiweng (artinya orang tua di perbatasan). Pada suatu kali salah satu kuda anaknya tersesat di wilayah utara perbatasan. Putranya menjadi kecewa sekali karena walaupun telah berupaya keras ia gagal untuk menemukan binatang tersebut. Para tetangga datang untuk menghiburnya dan memintanya untuk melupakan kejadian itu.
Saiweng menjawab ucapan tetangganya dengan berkata, "Hilangnya kuda tersebut belum tentu sesuatu yang buruk."
Para tetangga tersebut tidak terlalu memperhatikan ucapannya. Mereka berpikir lagipula lelaki itu sudah tua dan mereka pun pergi meninggalkannya.
Beberapa bulan kemudian, kuda yang hilang itu kembali. Anehnya lagi, kuda yang tadinya hilang itu malah kini membawa seekor kuda lain yang lebih kuat. Orang-orang datang untuk memberi ucapan selamat kepada Saiweng, dan memujinya atas ramalannya.
Namun mereka heran karena ternyata Saiweng tidak begitu terlihat senang kudanya telah kembali. Ia malah berkata dengan dingin, "Mendapat kuda dengan cuma-cuma bisa saja membawa masalah."
Pernyataan Saiweng ini membuat para tetangganya bingung.
Namun ternyata ia benar. Putranya senang sekali dengan kuda tersebut dan sering sekali menungganginya. Pada suatu hari ia terjatuh dari kuda tersebut sehingga membuatnya lumpuh. Para tetangga memperlihatkan rasa simpatinya kepada Saiweng dan putranya, tetapi Saiweng malah membuat pernyataan yang mengejutkan. "Kaki yang patah tidak selalu berarti buruk."
Beberapa lama kemudian, semua pemuda di desa tersebut diharuskan mendaftar untuk turut wajib militer dan sebagian besar dari mereka terbunuh di medan perang. Putra Saiweng yang terluka di kakinya terbebas dari wajib militer sehingga nyawanya bisa terselamatkan.
Ini cerita tentang pepatah yang terkenal yang berbunyi, "Ketika Saiweng kehilangan kudanya, siapa yang menyangka bahwa ternyata ada hikmah di baliknya?"

Kamis, 26 Oktober 2017

Kisah Andre Terkena Kanker Lidah




Kisah Andre Kurnia Farid yang meninggal akibat kanker lidah bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Menurut posting istrinya, Rezy Selvia Dewi, di Facebook, Andrea meninggal hanya dalam waktu 1 tahun setelah kanker terdeteksi.
Diuraikan di situs WebMD, kanker lidah bisa dibagi dua menurut lokasinya. Kanker lidah oral adalah yang berkembang di bagian lidah di mulut. Sementara, kanker lidah dasar berkembang di pangkal lidah, berdekatan dengan tenggorokan.
Oral Cancer Foundation menyatakan, kanker lidah kerap "menipu". Pada perkembangan awal, kanker akan tampil sebagai bercak putih atau luka mirip sariawan sehingga orang cenderung mengabaikan. Kerap terjadi, kanker baru terdeteksi pada stadium 4, seperti yang dialami Andre.
Jika mendapati adanya bagian mulut yang terluka, maka hitung lama waktu luka itu. Bila luka atau bercak tak sembuh dalam hitungan minggu atau mengalami perubahan suara dan rasa sakit saat menelan, ke dokterlah. Ada kemungkinan itu gejala awal kanker.
Kanker pada pangkal lidah lebih sulit dideteksi karena tak langsung tampak walaupun kadang menunjukkan gejala seperti pendarahan dan sakit tenggorokan yang berkepanjangan. Cara terbaik agar cepat mengetahuinya adalah mengunjungi dokter gigi dan kesehatan mulut secara rutin.
Sebab utama kanker lidah belum diketahui secara pasti. Namun, pemicunya bisa kebiasaan-kebiasaan kecil yang tidak sehat seperti kurang memelihara gigi dan mulut, merokok, serta mengonsumsi alkohol dalam jumlah berlebih.
Penyakit menular seksual seperti sipilis juga bisa memicu kanker lidah. Ini karena sipilis biasanya akan mengakibatkan luka. Sel-sel di bagian luka berkepanjangan bisa bermutasi dan bersifat kanker, tumbuh tak terkendali.
Para peneliti kini juga menghubungkan kanker lidah dengan human papiloma virus (HPV). Virus itu bisa menginfeksi jaringan skuamosa apapun, dari vagina hingga mulut. Ilmuwan menyatakan, jenis HPV yang jadi sebab musabab kanker lidah dan mulut adalah HPV16.
Karena HPV menjadi salah satu penyebab, maka vaksin HPV bisa jadi alternatif untuk meminimalkan risiko kanker lidah. Selain itu, karena HPV juga ditularkan lewat hubungan seksual, maka kita perlu melakukan seks yang sehat, baik oral maupun penetrasi vagina.
Bila mencurigai diri terkena kanker lidah, maka kunjungilah ahli onkologi. Dokter biasanya akan melakukan CT Scan atau X-Ray untuk mendeteksi kanker. Diagnosis lainnya adalah biopsi, pengambilan sampel jaringan dari bagian yang diduga terkena kanker.
Oral Cancer Research menyatakan bahwa kanker lidah merupakan "penyakit gaya hidup". Jadi, kejadiannya bisa ditekan dengan mengupayakan gaya hidup sehat. Ada lima hal yang perlu jadi perhatian utama kita bila tak ingin terkena kanker lidah.
1. Berhubungan seks dengan sehat. 
2. Dapatkan vaksin HPV
3. Jangan merokok
4. Hindari minum alkohol.
5. Jaga kesehatan gigi dan mulut (bpp/kpc)

Kisah Putri Tidur dari Banjarmasin



Siti Raisa Miranda (13) alias Echa telah menjadi seperti Putri Aurora dalam kisah Sleeping Beauty produksi Walt Disney. Perbedaannya hanya periode tidur Echa saja yang masih dalam hitungan hari, tak selama Aurora yang tidur hingga 100 tahun.
Meski demikian, Echa merupakan fenomena. Seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (24/10/2017), remaja yang bersekolah di SMPN 15 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, itu baru-baru ini dikabarkan tidur selama 13 hari berturut-turut.
Itu bukan kali pertama. Sebelumnya, ia pernah tidur selama 7 hari dan kemudian 8 hari. "Kalau kambuhnya sudah kedelapan (kali). Kalau tidurnua (lama) yang ketiga,” kata Mulyadi, ayah Echa, yang menduga bahwa anaknya mengalami sindrom putri tidur atau Klein Levine.
Ahli saraf dan peneliti tidur Dr Rimawati Tedjakusuma SpS RPSGT mengatakan, kemungkinan besar yang dialami Echa memang sindrom Klein Levine. Dalam kurun waktu 1967 hingga 2004, hanya menimpa 186 orang di dunia. Umumnya dialami perempuan.
Gejala paling terlihat dari orang dengan sindrom Klein Levine yang waktu tidurnya sangat lama. Periode tidur bisa berlangsung selama hampir sebulan. Penderita bisa bangun tiba-tiba untuk makan dan ekskresi namun akan tidur lagi. Di akhir masa tidur, lumrah terjadi insomia dalam waktu singkat.
Gejala yang dialami Echa memang menyerupai sindrom Klein Levine. Dia pernah tidur selama hampir 2 minggu, bangun untuk sekadar makan dan buang air, serta pernah mengalami insomnia ekstrem, tidak tidur selama 3 hari berturut-turut.
Gejala lain dari Kleine Levin lebih tak disadari orang sekitar. Santosh Ramdurg dalam publikasinya di Annual Indian Academy of Neurology pada 2010 menjelaskan, pendeirta Klein Levine bisa mengalami gangguan kognitif, hasrat seksual yang berlebihan, halusinasi, dan gangguan mood.
Meski kemungkinan besar merupakan Kleine Levin, tak menutup kemungkinan Echa mengalami hal berbeda. "Bisa saja ada sesuatu di otaknya. Bisa juga misalnya ada tumor otak yang letaknya di area yang mengatur tidur," jelasnya ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (25/10/2017).
Rima mengatakan, orang yang mengalami depresi juga bisa tidur lama. Namun biasanya tak selama orang yang mengalami Kleine Levin. Dengan demikian, kemungkinan yang dialami Echa adalah depresi ekstrem bisa dihapus dari daftar dugaan.
Bagaimana Memastikannya?
Untuk memastikan apa yang sedang dialami Echa, Rima mengatakan perlu dilakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan CT Scan. Tujuannya adalah memastikan ada tidaknya kelainan seperti tumor di otak. "Kalau Kleine-Levin Syndrome ketika di-MRI (Magnetic Resonance Imaging) bersih otaknya.
Mulyadi, ayah Echa, mengaku sudah membawa putrinya ke rumah sakit untuk di CT Scan. Dua kali melakukannya, Mulyadi mengaku bahwa hasil pemindaian anaknya baik-baik saja. Meski demikian, pemindaian dengan cara lain seperti MRI bisa diupayakan lagi untuk memastikan.
Upaya memastikan seseorang mengalami Kleine Levin, harus dilakukan dengan investigasi pengalaman. Tidak ada langkah klinis seperti tes darah, hormon, ataupun genetik untuk memastikannya. Pemeriksaan seperti MRI dan EEG (Electroencephalogram) hanya bertujuan menghapus kemungkinan lain.
Rimawati mengatakan, "Kemungkinan besar penyebab Kleine Levin genetik, tapi kita juga belum tahu gen apa yang menyebabkan." Karena itulah, pemeriksaan genetik juga tidak bisa memastikan seseorang mengalami Kleine Levin.
Menurut International Classification of Sleep Disorders, seseorang dikatakan mengalami Kleine Levin bila mengalami tidur 2-4 minggu, kambuh beberapa kali, dengan periode antar kambuh antara bulan hingga tahun, dan diagnosanya tidak bisa diterangkan dengan penyakit saraf lain.
Selain itu, untuk bisa dikatakan Kleine Levin, hipersomnia atau tidur berlebihan juga harus disertai satu diantara empat gejala, yaitu gangguan mood dan kognisi, megaphagia atau makan berlebihan, hasrat seksual yang berlebihan, serta ekspresi tak normal seperti agresif dan sensitif berlebihan.
Dalam kasus Echa, gejala selain tiodur berlebihan belum diungkapkan. Sementara, Rima menambahkan, kecelakaan disertai luka di kepala yang dialami Echa belum bisa dikatakan sebagai pemicu tidur berlebihan yang dialaminya. Rima juga mengatakan, tak ada hubungannya trauma kepala dengan Kleine Levin.
Apa yang Harus Dilakukan pada Echa?
Yang jelas, pemeriksaan dahulu. Jika memang yang dialami Echa memang Kleine Levin, sayangnya, tak banyak yang bisa dilakukan untuk membantunya. Hingga saat ini, belum ada obat-obatan yang bisa dipastikan akan membantunya tidur normal.
"Kita bisa pakai obat-obat stimulan. Misalnya obat-obat untuk attention ADHD. Harusnya sih ada stimulan yang lebih aman, yaitu modafinil. Sayangnya obat itu belum masuk ke Indonesia," kata Rimawati yang praktek di Rumah Sakit Medistra.
Sejumlah obat sebenarnya telah diujicobakan. Amphetamine misalnya. Namun, tingkat keberhasilannya hanya 71 persen. Itu pun tak membantu tidur, hanya membantu menenangkan mood. Obat lain adalah Lithium yang punya tingkat keberhasilan lebih rendah, cuma 41 persen.
Selain dengan obat, Rimawati mengatakan bahwa yang terpenting adalah sikap keluarga, sekolah, serta masyarakat. "Perlu ada kesadaran bahwa ini memang penyakit, bukan karena si anak ini malas," ungkap Rimawati.
Yang sedikit melegakan, Kleine Levin bisa reda pada usia 20-30 tahun. "Makin dewasa biasanya episodenya (tidur) lebih jarang," sambung Rimawati. Jika memang menderita itu, maka ada harapan Echa bisa hidup normal di kemudian hari. (sumber:kompas.com)