Kamis, 28 September 2017

Kisah Pria Ini Viral: Dulu Dibuang Orangtua di Jalanan, Kini Jadi Miliuner




Kisah pria kaya raya dari Filipina ini telah tersebar viral karena masa kecilnya yang menyedihkan. 
Fernando Kuehnel ingat bagaimana orang tuanya meninggalkan dia dan saudara laki-lakinya karena alasan yang tak ia ketahui - tapi itu baru permulaan ceritanya.
Pada tahun 1974, ketika dia berusia 8 tahun, ibu Kuehnel meninggalkan dia dan adik laki-lakinya di jalanan Kota Quezon di Filipina.
Dia menulis bahwa dia "merasa seperti popok sekali pakai, dibuang setelah kotor dipakai."
"Mereka menemukan kami di jalan, kami bertiga. Mereka membawa kami ke panti asuhan. Saya ingat membawa tas pasangan itu, kami menangis, "katanya.
Kemudian, tinggal di panti asuhan kedua, Nayong Kabataan, juga tidak mudah.
Dia dan saudara-saudaranya diintimidasi.
"Mereka melakukan hal-hal seperti itu, mereka menaruh cabai di mata saat Anda bangun, atau bibir atau organ tubuh Anda," katanya.
Dia dan saudara laki-lakinya hampir menyerah pada kehidupan setelah mereka ditinggalkan di panti asuhan.
Mereka mencoba menghubungi ibu mereka, yang sekarang memiliki keluarga baru, tapi mereka ditolak dan diusir pergi.
Pada usia sangat muda 10 tahun, Fernando mulai mengumpulkan dan menjual sampah bersama saudara kandungnya, sambil makan dari tempat sampah hanya untuk bertahan hidup.
Itu sampai berita adopsi datang, dan mereka dipilih untuk dibawa ke Wisconsin.
"Jadi, mereka akan diadopsi, hanya mereka berdua, dan kemudian satu anak dari panti asuhan mencari saya, dia berkata: Saudara laki-laki Anda akan pergi dan diadopsi, jadi lebih baik kembali, jadi saya pergi kembali ... aku tidak bodoh kan? Saya kembali, " katanya.
Tapi sama seperti orang tua pertama mereka, orang tua kedua mereka memutuskan untuk mengembalikan mereka ke panti asuhan.
Mereka ditinggalkan untuk kedua kalinya.
Sampai kemudian pasangan Kuehnels datang dan mengadopsi mereka. Di titik inilah hidup mereka berubah.
Oleh orangtua angkatnya, Fernando naik bis selama satu jam hanya untuk mengikuti kelas ESL (Bahasa Inggris sebagai Bahasa Kedua) di Greenbay, Wisconsin untuk belajar bahasa Inggris.
Dia lulus dengan gelar sarjana keperawatan dan predikat summa cum laude dalam administrasi bisnis di bidang kesehatan.
Saat ini, ia adalah ilmuwan klinis raksasa farmasi Novartis. 
Mobilnya adalah Porsche terbaru.
Fernando menulis tentang perjalanan hidupnya dari panti asuhan menuju impian ala Amerika, dalam sebuah buku berjudul "Orangtua Ketiga Saya".
 "Anda harus menentukan apa kesuksesan yang cocok untuk  Anda. Tidak harus jutaan dolar. Saya beritahu anak-anak saya, tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkan. Anda hanya tidak akan menyukai solusinya, tapi masalahnya bisa dipecahkan. Ingatlah ini, Anda harus bekerja keras, " nasihatnya.(sumber: tribunenews,com)

Jumat, 22 September 2017




Kantor Kejaksaan Swis di Geneva turun tangan untuk menyelidiki mengapa sejumlah lembaran uang kertas euro yang setara dengan uang ratusan juta rupiah menyumbat pipa toilet.
Lembaran uang pecahan 500 euro atau sekitar Rp 8 juta pertama kali ditemukan beberapa bulan lalu di sebuah toilet kantor cabang Bank UBS.
Letak toilet itu berada di dekat ruangan brankas yang menyimpan ratusan kotak penyimpanan barang berharga.
Beberapa hari kemudian, sebagaimana dilaporkan Tribune de Geneve, lembaran-lembaran serupa ditemukan menyumbat toilet di tiga restoran dekat bank tersebut.
Untuk membuka sumbatan, tukang sedot WC dipanggil dan biayanya mencapai ribuan franc Swiss.
Secara keseluruhan, Polisi Swis menemukan puluhan ribu euro yang sebagian besar di antaranya dalam keadaan seperti telah dipotong dengan gunting.
Merusak uang bukanlah pelanggaran di Swiss, namun kantor kejaksaan menegaskan mereka tengah mencari penyebab uang-uang itu berada saluran toilet, dan dalam keadaan telah dipotong.
"Kami sedang mencoba mencari tahu dari mana uang-uang ini berasal dan apakah tindak kejahatan telah dilakukan."
Demikian dikatakan Vincent Derouand dari Kantor Kejaksaan Geneva kepada BBC.
"Jelas, kasus ini sangat mengejutkan," kata dia.
Derouand enggan berkomentar atas pemberitaan yang menyebutkan bahwa seorang pengacara telah diinterogasi terkait kasus tersebut.
Uang pecahan 500 euro, menurut rencana akan ditarik dari peredaran pada 2018 mendatang, lantaran Komisi Eropa menengarai pecahan tersebut dipakai memfasilitasi tindakan ilegal.
Sampai tahun depan, pecahan 500 euro masih sah dan berlaku untuk transaksi. Namun, Bank Sentral Eropa akan berhenti memproduksinya. (sumber; bbc)

Kamis, 07 September 2017

Kisah Daniel Taylor Mencari Yeti di Pegunungan Himalaya




Ketika seorang penjelajah Inggris, Eric Shepton, mencari rute baru menuju Gunung Everest pada tahun 1951, dia menemukan sebuah jejak kaki yang aneh dan menyerupai kaki hominoid.
Jejak kaki tersebut terletak di gletser Menlung, sebelah barat Gunung Everest, perbatasan Nepal dan Tibet; dan tampak seperti telapak kaki manusia, tetapi dengan jempol. Ukurannya pun cukup besar, sekitar 33 sentimeter.
Tergelitik dengan penemuan tersebut, Shepton kemudian memotretnya dan memulai demam Yeti di seluruh dunia.
Daniel Taylor adalah salah satu yang terpesona oleh misteri Yeti. Dia pertama kali menemukan foto ikonis Shepton di sebuah majalah dan terkejut ketika seorang kurator di Museum Inggris yang dikutip berkata bahwa jejak kaki tersebut adalah milik monyet langur.
“Aku mengatakan, ‘Ini tidak masuk akal, aku tahu monyet langur yang melompat-lompat di atas genteng setiap saat. Yang membuat jejak kaki misterius seperti manusia ini pasti hewan lain.’,” ujarnya menceritakan kepada National Geographic 19 Agustus 2017.
Jejak kaki Yeti yang diabadikan oleh Eric Shipton
Jejak kaki Yeti yang diabadikan oleh Eric Shipton(Eric Shipton/Topical Press Agency)
Sejak saat itulah, Taylor memulai petualangannya mencari Yeti di pegunungan Himalaya. Petualangan tersebut berlangsung selama 60 tahun hingga akhirnya dia menemukan identitas Yeti yang sebenarnya di Lembah Barun.
Memiliki iklimnya sendiri, Lembah Barun adalah hutan padat yang terus-menerus diguyur hujan. Tidak ada seorang pun yang tinggal di sana dan warga lokal yang tinggal di pinggiran Lembah Barun pun tidak berani masuk, kecuali terpaksa.
“Aku diberitahu oleh Raja Nepal yang berkata bahwa bila aku ingin ke tempat paling liar di mana Yeti mungkin berada, maka aku harus pergi ke Barun. Dan jika Raja (Nepal) berkata begitu, maka Anda harus pergi ke sana karena dia benar-benar mengenal kerajaannya,” kata Taylor.
Benar saja. Dengan segera, Taylor menemukan jejak kaki yang sama persis dengan di foto Shepton ketika memasuki Lembah Barun. Dia mengatakan, aku sudah melihat jejak kaki ini sebelumnya, tetapi yang kutemukan masih baru dan aku yakin bahwa aku telah menemukan Yeti.
Seorang pemburu lokal yang bersama Taylor pada saat itu kemudian memberitahukan bahwa yang mereka temukan adalah jejak kaki beruang pohon.
“Seekor beruang yang hidup di pohon akan memaksa salah satu jari untuk menyerupai jempol. Beruang biasa tidak bisa meniru cengkeraman tersebut, tetapi jika Anda menghabiskan banyak waktu di pohon, Anda akan melatih satu jempol untuk memegang dahan atau mematahkan bambu,” kata Taylor menjelaskan.
Taylor lalu menghabiskan dua tahun untuk mencari tahu mengenai spesies beruang berjempol yang ada di daerah tersebut. Dia menjatuhkan pilihannya pada beruang hitam Asia, yang kemudian semakin dikukuhkan oleh penelitian DNA.
Beruang hitam Asia yang difoto di Kamla Nehru Zoological Garden, Ahmedabad, India.
Beruang hitam Asia yang difoto di Kamla Nehru Zoological Garden, Ahmedabad, India.(JOEL SARTORE, NATIONAL GEOGRAPHIC PHOTO ARK)
Ceritanya, seorang profesor di Oxford University bernama Bryan Sykes membuat sebuah pengumuman global. Dia meminta agar artefak-artefak Yeti, mulai dari rambut, kuku, hingga tulang, dikirim dari seluruh dunia untuk dianalisis.
“Mayoritas dari artefak-artefak tersebut berasal dari beruang atau domba, kecuali dua di antaranya yang tampak seperti spesies beruang, tetapi belum dikenal oleh manusia,” kata Taylor.
Setelah Sykes memublikasikan penelitiannya, mitos mengenai Yeti kembali ramai diperbincangkan, dan sekelompok siswa memutuskan untuk menguji caranya mengurutkan DNA.
Ternyata, Sykes melakukan kesalahan. Apa yang diteliti oleh Sykes tidak berasal dari spesies baru, melainkan merupakan urutan DNA yang tidak lengkap dari hewan yang sudah diketahui selama ini, yaitu beruang.
Kini, Taylor telah siap untuk menutup petualangannya mencari Yeti. Di samping merasa telah mengungkap identitas Yeti yang sebenarnya, dia juga menemukan "alam liar terbaik di planet bumi”. Bersama-sama dengan warga lokal, Taylor berusaha untuk melindungi alam Lembah Barun dengan membuat jejak Yeti yang bisa dilalui oleh turis.
Taylor pun menuturkan kisahnya dalam buku terbarunya yang berjudulYeti: The Ecology of a Mystery. (sumber:kompas.com)

Rabu, 06 September 2017

Kisah Mahasiswa Korea Tertarik Kuliah di UMM



Prestasi internasional yang diraih Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) telah membuka jalan bagi Songhyun Kim untuk menjadi mahasiswa baru di kampus ini. Mahasiswa asal Busan, Korea Selatan ini mengenal UMM salah satunya melalui prestasi Paduan Suara Mahasiswa Gita Surya UMM saat menjuarai Choral Busan Festival and Competitionempat tahun lalu di Korea Selatan.
“Iya, saya pernah tahu kelompok paduan suara UMM pernah juara lomba di Busan. Ini bagus sekali, bisa memenangkan kompetisi itu. Padahal sulit sekali,” kata Kim sambil mengacung-acungkan jempolnya.
Selain karena prestasi itu, Kim mengaku juga mendapatkan rekomendasi dari seniornya di Busan University of Foreign Studies (BUFS) Korea Selatan. Saat itu seniornya di BUFS pernah mendapatkan beasiswa Darmasiswa RI di salah satu kampus di Malang.
“Saya direkomendasikan oleh senior saya untuk belajar di UMM. Dulu dia juga belajar di Malang, tapi bukan di UMM. Tapi saya disarankan untuk belajar di UMM. Katanya UMM bagus,” ujar mahasiswa yang sebelumnya mengambil program studi Indonesia-Malaysia di BUFS ini.
Ketika pertama kali datang ke kampus ini, Kim mengaku langsung menyukai UMM, karena keramahan orang-orangnya dan kesejukan udaranya. “Banyak orang baik di sini. Saya belum keliling semua kampus, tapi saya suka danaunya, sejuk. Bagus sekali kampusnya,” kesan Kim.
Menariknya, Kim bertekad tak mau berbicara dalam bahasa Inggris maupun bahasa Korea selama di Indonesia. Ia akan berusaha berbicara bahasa Indonesia. "Ya, saya harus bicara bahasa Indonesia," tekadnya sambil tersenyum lebar. (humas UMM)