Sabtu, 01 April 2017
Kisah dari Balik Asrama Taruna Nusantara
Pembunuhan siswa SMA Taruna Nusantara, Krisna Wahyu Nurachmad (15), oleh teman sekolahnya sendiri memunculkan sorotan pada sekolah yang berlokasi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tersebut.
Sejumlah asumsi muncul bahwa sekolah tersebut lekat dengan kekerasan atau aksi perploncoan. Apalagi, embel-embel militer kerap dikaitkan dengan Taruna Nusantara yang memang didirikan berdasarkan nota kesepakatan antara TNI dan Taman Siswa pada 1985 silam.
Salah satu lulusan sekolah itu, Anindita Aviati Haris, menceritakan pengalamannya saat bersekolah di sana.
Dia menyatakan sistem pendidikan yang ia terima, terutama dari segi pelajaran, serupa dengan sekolah lainnya.
"Yang menurut saya jadi khas TN (Taruna Nusantara) dibanding sekolah lain yaitu di sini kami ada pelajaran bela negara, serta dari awal sebelum masa orientasi pun kami sudah diajarkan dan ditanamkan asah, asih dan asuh, bukan sistem senior-junior," katanya.
Anindita menceritakan, prinsip asah akan melatih kemampuan akademik mereka.
"Kalau ada pelajaran yang kurang, ada jam khusus yang disebut ST (special treatment) dan SST (super special treatment), jadi kelasnya disesuaikan dan diurutkan sesuai peringkat atau nilai."
Sementara pada tahap orientasi mereka akan melatih kebersamaan (asih).
"Ada kegiatan RPS atau rute panglima Soedirman ketika kami akan berjalan sejauh lebih dari 10 kilometer untuk mengingat jasa dan perjuangan Jendral Soedirman," ujarnya.
"Misalkan ada yang enggak kuat jalan, kami harus saling tolong menolong agar semua dapat mencapai tempat tujuan tanpa ada satupun yang tertinggal."
Sementara itu, asuh adalah soal menciptakan sistem kekeluargaan di dalam asrama yang penuh peraturan ketat. Mereka memiliki sebutan kakak siswa untuk senior, sistem abang/kakak-adek absen untuk di kelas, serta abang/kakak kasur untuk kehidupan di asrama.
"Tujuannya sebagai tempat atau pengganti orang tua sementara. Karena kami kan di asrama, jauh dan sulit untuk berkomunikasi dengan orang tua," katanya.
"Kami juga enggak boleh membawa HP (telepon genggam) ke dalam asrama. Jika ingin menghubungi orang tua harus melalui wali graha ataupun wali kelas atau disediakan wartel."
Selain itu, Anindita pun menceritakan kegiatan di luar jam pelajaran.
"Bisa juga bergabung dengan pembawa bendera pusaka/PATAKA, patroli keamanan sekolah (PKS) atau pun kegiatan yang berhubungan dengan PBB (protokoler) yang disebut TONPARA juga sudah di fasilitasi sekolah," ujarnya.
Berawal dari Jenderal Moerdani
Sekolah yang didirikan pada 20 Mei 1985 itu mulanya merupakan ide Menteri Pertahanan dan Keamanan saat itu, Jenderal LB Moerdani. Dia memiliki visi untuk membangun sekolah yang mendidik manusia-manusia terbaik dari seluruh Indonesia.
Ide itu kemudian diteruskan dengan menandatangani nota kesepakatan antara TNI dan Taman Siswa, yang merupakan organisasi kependidikan pertama di Indonesia, untuk membuat suatu lembaga bernama Lembaga Perguruan Taman Taruna Nusantara (LPTTN).
Mengutip situs resmi Taruna Nusantara, sekolah itu sendiri memiliki visi "mengkader pemimpin bangsa berkualitas dan berkarakter yang berwawasan kebangsaan, kejuangan, kebudayaan, dengan bercirikan kenusantaraan serta memiliki daya saing nasional maupun internasional."
Sistem pendidikan yang diterapkan Taruna Nusantara tidak asing jika menelisik negara luar yang punya sistem serupa.
Misalnya saja Sekolah Militer St. John di Kansas, Amerika Serikat, yang sudah berdiri sejak 1887. Jenjang pendidikan di sana bahkan berawal dari kelas 6 hingga 12. Atau setara SMP-SMA.
Selain pelajaran umum, St. John juga mengembangkan siswa di 'lingkungan militer' dengan pengawasan khusus.
Selain itu, terdapat Sekolah Militer Benedictine di Georgia Amerika Serika. Sekolah yang telah dibangun sejak 1902 merupakan sekolah katolik khusus anak laki-laki. Sekolah itu pun berada di bawah keuskupan katolik Roma dari Savannah.
Lainnya adalah Sekolah Episcopal di Texas, AS. Sekolah itu merupakan sekolah yang turut memberikan persiapan selektif dengan tradisi militer. Menariknya, sekolah ini tidak hanya menerapkan sebagai sekolah asrama, tapi juga layaknya sekolah umum dengan jam masuk biasa.
Sementara di Inggris terdapat Sekolah Militer Duke of York. Sekolah itu menerapkan sistem pendidikan untuk anak berusia mulai 11 hingga 18 tahun dengan tradisi militer.
Sejak 2010 sekolah itu telah menjadi sebuah akademi dengan siswa yang diterima adalah siapapun mereka yang siap untuk bersekolah asrama. Sebelumnya, aturan bagi yang dapat bersekolah di sana merupakan mereka yang memiliki orang tua angkatan bersenjata.
Sekolah itu pun dikenal kaya akan sejarah dan tradisi militer, mulai dari seragam yang dipakai hingga parade upacara.
Mutu Sekolah Semi Militer Taruna Nusantara sebenarnya juga sempat dipuji Presiden RI Joko Widodo.
Dalam kunjungannya pada Januari lalu, Jokowi sempat menyampaikan keinginan model pendidikan di sana perlu dicontoh daerah lain.
"Model pendidikan SMA Taruna Nusantara ini perlu dikaji untuk dicontoh di provinsi lain. Pemimpin lahir dari sekolah yang berkualitas. Selamat belajar dan suatu saat saya ingin yang berada di hadapan saya ini akan banyak lahir pemimpin, baik di tingkat daerah, provinsi dan nasional," tulis Jokowi di akun Instagram-nya.
[Gambas:Instagram]
Putra Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yakni Agus Harimurti Yudhoyono pernah mengenyam pendidikan di sana.
Agus adalah lulusan terbaik pada 1997 di sekolah itu.(sumber: CNN Indonesia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar