Jumat, 21 Juli 2017

Kisah Remaja Perempuan yang Jadi Pengantin Militan ISIS




WAJAHNYA tampak lelah dan rambutnya penuh dengan debu. Dengan warna kulit yang jauh lebih pucat, remaja dengan ini gampang diidentifikasi bukan sebagai remaja Irak  saat ditemukan di Mosul, Irak utara, beberapa hari lalu.
Mosul adalah kota yang sejak 2014 dikuasai kelompok  yang menamakan dirinya Negara Islam di Irak dan Suriah ( ISIS) dan baru sepekan ini kembali ke tangan tentara Irak.
Perempuan remaja Jerman itu ditangkap tentara Irak yang melakukan operasi militer di kawasan Kota Tua Mosul.
Bersama remaja ini, ditangkap pula empat perempuan Eropa lainnya dan beberapa orang yang dikatakan sebagai pendukung ISIS dari Rusia, Turki, Kanada, Libya, dan Suriah.
Mereka ditemukan di satu terowongan dan seorang tentara Irak merekam penemuan mereka, yang videonya beredar di media sosial sejak akhir pekan.
Perhatian tentu saja tertarik ke remaja belia berkulit putih asal Jerman tadi.
Di salah satu foto ia terlihat dikelilingi beberapa anak muda dan seseorang dengan seragam tentara merekam dengan menggunakan telepon genggam.
Menurut media Jerman Die Welt, remaja tersebut diyakini bernama Linda W, murid sekolah berusia 16 tahun yang menghilang dari kota Pulsnitz, di dekat Dresden, sejak 2016.
Sumber-sumber keamanan Jerman kepada koran ini mengatakan yakin bahwa remaja putri yang ditemukan di Mosul tersebut adalah Linda W.
Namun, bagaimana ia sampai memutuskan menjadi pendukung ISIS? Bagaimana ia masuk ke Mosul?
Surat palsu orangtua
Laporan-laporan dari Jerman menyebutkan bahwa Linda mengalami radikalisasi melalui internet pada pertengahan 2016.
Ia dikatakan tak bahagia di rumahnya dan menjalin kontak dengan para pendukung ISIS di Timur Tengah melalui ruang percakapan dalam jaringan atau daring (online chat room).
Kepada polisi, teman-temannya mengatakan bahwa Linda belajar bahasa Arab, membawa Al Quran ke sekolah dan sering mengenakan pakaian yang menutupi seluruh badan.
Proses radikalisasi berjalan beberapa waktu dan diduga ia jatuh cinta dengan pendukung atau teroris ISIS yang memintanya meninggalkan Jerman.
Polisi mengatakan ia kemudian memalsukan surat izin dari orangtua yang membuatnya bisa menarik uang tabungan di bank.
Ia juga memalsukan surat identitas yang membuatnya bisa membeli tiket ke Istanbul, kota di Turki yang sering dipakai pendukung atau simpatisan ISIS untuk bergabung dengan kelompok ini di Raqqa, Suriah dan di Mosul, Irak.
Ketika orangtuanya tahu bahwa Linda menghilang, ia sudah berada di Turki dan dalam perjalanan menuju Suriah.
Faktor pesona ISIS
Ia megubah namanya menjadi Mariam dan mengunggah foto-fotonya yang mengenakan kerudung atau jilbab di Facebook.
"Saya sungguh sangat sedih dan terpukul oleh kenyataan bahwa ia telah dicuci otak dan mau dibujuk untuk meninggalkan Jerman," kata sang ibu kepada para wartawan.
Linda bukan satu-satunya warga Jerman yang bergabung dengan ISIS di Irak atau Suriah.
Data yang diperoleh koran Frankfurt Rundschau menyebutkan ada 930 warga Jerman yang pindah ke Irak atau Suriah mulai 2012,
Sebanyak 20 persen di antaranya adalah perempuan, 5 persen tergolong anak di bawah umur.
ISIS aktif merekrut anak-anak muda Eropa untuk bergabung dengan mereka.
Selain melalui chat rooms, ISIS juga aktif merekrut pendukung melalui platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, dan juga Telegram.
Analis mengatakan, di Twitter saja terdapat tak kurang dari 70.000 akun pendukung ISIS. Setiap bulan mereka mengirim puluhan ribu pesan atau propaganda.
Tempat yang “bisa menerima”
Pada awal Februari 2015, tiga siswi sekolah menengah di London bergabung dengan ISIS di Suriah, yang membuat gempar banyak pihak. Mereka diyakini menikah dengan pendukung ISIS dan menetap di Raqqa.
Alyas Karmani, pegiat di Bradford, Inggris, yang banyak berkecimpung di kegiatan deradikalisasi mengatakan ada pull factor atau faktor penarik yang membuat anak-anak muda jatuh ke ISIS.
"Yang pertama adalah anak-anak muda di Eropa merasa Islam dan Muslim sering dipojokkan, diperlakukan dengan tidak adil. Muslim didiskriminasi dan media sangat negatif terhadap Islam," kata Karmani beberapa waktu lalu.
Kondisi ini membuat anak-anak muda merasa Islam dan Muslim tidak diterima di Barat dan mencari tempat yang bisa menerima mereka.
Faktor kedua adalah dampak dari kebijakan luar negeri negara-negara Barat di Timur Tengah dan Afganistan yang menewaskan banyak warga sipil.
Anak-anak muda marah dengan dampak tersebut dan mereka menuntut semacam pertanggungjawaban.
Faktor ketiga adalah pemahaman agama yang dangkal, kata Karmani. (bpp/kpc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar